Puasa Ramadan, mengingat ia adalah salah satu rukun Islam, adalah ibadah yang sangat penting untuk diperhatikan setiap unsur dan syaratnya. Termasuk niat.
Niat puasa ini menjadi pembahasan yang panjang di dalam kajian fiqih lintas madzhab. Terutama mengenai diskursus satu kali niat untuk puasa sebulan penuh.
Menurut kalangan Syafi’iyah, niat puasa untuk sebulan penuh tersebut tidaklah cukup. Meskipun telah niat satu bulan penuh, yang sah nanti hanyalah puasa hari pertama saja. Sementara puasa di hari-hari selanjutnya tetap membutuhkan niat di setiap malamnya.[1]
Sementara, Imam Malik, yang menjadi panutan madzhab Malikiyah, menganggap niat satu bulan penuh sudah cukup untuk menggantikan niat di setiap malamnya. Sebagian ulama Syafi’iyah menganjurkan untuk mengikuti (taqlid) pendapat Imam Malik ini. Mengapa? Agar ketika seseorang lupa tidak niat di malam harinya, puasanya tetap dianggap sah.[2]
Lantas, bagaimana niatnya?
“Saya niat puasa Ramadan satu bulan penuh tahun ini fardlu karena Allah.”
Niat ini cukup untuk diungkapkan dalam hati saja. Namun, ada kesunnahan untuk mentalaffudzkannya (mengucapkannya dengan keras, minimal terdengar telinga sendiri). Itu sebabnya, ketika seusai jamaah tarawih, imam shalat memimpin para jamaah untuk bersama-sama melafadzkan niat.][
[1] Kasyifah as-Saja, hal. 117.
[2] Hasyiyah I’anah at-Thalibin. Juz 2. Hal. 248. Dar al-Ashashah.
Sumber: lirboyo.net