Konflik Iran, Standar Feminisme dan Pelajaran Bagi Indonesia

Konflik Iran, Standar Feminisme dan Pelajaran Bagi Indonesia

Oleh: Ahmad Nahrowi

Kematian Masha Amini menguncang negeri Persia, Iran. Naasnya, Kematian Masha Amini masih ‘dugaan’ karena mengalami kekeresan dari Polisi. Bahkan laporan Dokter Forensik seperti yang di laporkan Kedubes Iran menyatakan, kematian Amini sebabnya adalah gangguan medis berupa Hipoksia Serebral,

“Dalam keterangan tersebut disebutkan bahwa kematian tersebut bukan disebabkan oleh pukulan di kepala atau organ vital dan anggota tubuh melainkan almarhumah Mahsa Amini meninggal dunia akibat hipoksia serebral, gangguan irama jantung mendadak, penurunan tekanan darah dan kehilangan kesadaran, serta kekurangan oksigen ke otak,” demikian pernyataan Kedubes Iran seperti dilansir dari Detik.com

Sialnya, barat yang notabene sangat memusuhi Iran begitu pula Iran yang membenci barat, menggodok berita tersebut sampai ‘nglotok’ berharap Negara Islam ini anjlok dan terseok-seok. Barat memanfaatkan isu ini dan menyebarkan ke seluruh dunia melalui media mereka bahwa Iran sedang ada penindasan dan pelanggaran HAM berat.

Belum cukup disitu, para ’Feminis Liberal’ juga buru-buru menyuarakan narasi untuk mengutuk negeri para Mullah itu. Belum mengecek kebenaranya secara total. Entah termakan oleh berita barat. Atau memang mereka bagian dari propaganda Barat. Hasilnya, seperti yang diberitakan, demonstrasi besar-besaran terjadi, darah tumpah, terucap sumpah serapah kepada pemerintah,  wanita tumpah ruah melimpah turun ke jalan, para demonstran menuntut keadilan, bahkan ada yang lepas jilbab, cukur rambut dll.

Sebabnya tadi, penduduk tergiring opini Liar barat yang “main hakim sendiri” dengan media-medianya dan berita orang luar serta feminis-feminis liberal itu! orang-orang barat (atau medianya) ini tidak melek dengan negaranya sendiri, padahal di wilayah mereka, di Israel dan Amerika ada kasus-kasus kekerasan kepada Wanita. tapi mereka diam saja. Kalian sendiri pun mungkin ndak tau berita itu. Tapi kenapa yang dibesarkan hanya Iran?

Nah, ini semacam ada gerakan sistematis untuk mengguncang Iran. mungkin pada iri dengan kebangkitan Islam di Iran. Mungkin juga pada mendambakan Arab Spring jilid dua terjadi lagi. Naudzubillah. Namun, Masyarakat Iran tidak kehabisan akal, disana ada demo tandingan yang pro Pemerintah, pro aturan Syariat Islam dan pro dengan peraturan-peraturan yang ada sebelumnya. seperti mengenakan Jilbab dan pakaian-pakaian syar’i dan semacamnya.

Gerakan yang pro ini juga untuk memberi penjelas kepada dunia, bahwa feminisme itu tidak hanya sekadar dari berjilbab menuju tidak berjilbab. Feminisme itu juga tidak melulu perihal pakaian wanita yang kudu terbuka. Tidak melulu tentang wanita yang diberi kebebasan bercampur dengan lelaki. Tidak  Melulu yang mayoritas menghormati minoritas. Tidak! Gerakan untuk membela perempuan yang tetap berhijab itu juga termasuk feminisme,  perempuan yang memang mencegah diri untuk mengurangi interkasi dengan lelaki, itu juga bagian dari feminisme! Tidak berpakain terbuka karena menghormati norma budaya setempat itu juga feminisme.

Apalagi bagi Iran yang memang budaya Islamnya mengakar. Perlu dietahui pula, penetapan Syariat Islam sebagai UU sehari-hari itu merupakan hasil referendum seluruh rakyat Iran. Bukan perintah sepihak dari penguasa. Jadi tiada masalahnya bila aparat menjaga atau mengakkan syariat yang sudah menjadi konsensus dinegara itu.

Ya, kembali lagi ke budaya negara masing-masing, jika budaya wanita Iran tertutup, ya sudah biarkan. Apalagi ini merupakan hasil referendum. Jangan diganggu untuk membuka hijab dengan embel-embel feminisme. Negara barat dan para feminist-feminist liberal tidak usah ikut campur mengatur. Mereka punya budayanya sendiri, mereka punya sistem sendiri dalam berbusana. Dan ini Mayoritas di Negerinya. Jangan dirusak.

Miriplah seperti orang Jawa yang ‘monggo kerso’ dengan Qonun Asasinya warga aceh. Kita tidak perlu ikut campur dengan hukum dan budaya di aceh sana. Orang Aceh pun juga tidak pernah mengusik tata kerama masyarakat jawa. Pihak barat juga begitu baiknya, tidak ikut campur dengan Iran. Maka bagi siapapun yang membaca tulisan saya ini. Di Iran sedang ada usaha adu domba. Wanita Iran tidak semuaanya seperti yang diberitakan media barat itu. yang pada lepas aurot itu. Banyak yang masih pro dengan Syariat Islam yang berjalan seperti sebelumnya. Bahkan demo-demo tandingan pun bergulir disana, Namun tadi, yang diliput barat hanya demo kebebesan perempuan Iran.

Jadi Feminisme tidak bisa di gebyah uyah digeneralisir harus seperti orang barat yang teramat bebas itu. Maka di Indonesia yang heterogen ini. Feminisme tidaklah sempit. Segala hal yang sudah membudaya dan disepakati bersama dan tidak melanggar syariat, itulah feminisme. Kalau ditempat kalian terbiasa tidak berjilbab ya berarti seperti itulah standar feministnya tidak usah mengganggu yang berjilbab.

Kalau budaya daerah kalian semuanya berjilbab ya begitu lah standar feminismenya, yang tidak berjilbab jangan diganggu. Yang tidak beriilbab pun harus sadar diri sebatas mana pakaiannya sampai tidak membuat orang lain risih. Jangan sampai misalnya di Mall pakai bikini padahal tahu daerah itu memegang teguh norma menutup aurot. Hal seperti ini mengganggu Feminisme bagi mereka yang menutup aurot tentunya.

Kalau memang ingin memengaruhi orang lain, gunakanlah apa yang diajarkan islam, “Bil Hikmati wal Mauidzotul Hasanah”. Dengan cara yang halus. Tidak berkoar-koar tanpa data yang akurat. Apalagi mengadu domba. Jadi standard feminisme itu sesuai dengan local wisdom atau budaya daerah setempat dan tidak melanggar hak. Bukan semuannya  dan semaunnya di standard kan ke negara barat. Kasus di Iran dan ulah orang Barat ini juga menjadi alarm bagi kita bangsa Indonesia, supaya tidak dengan mudah di adu domba Barat dan kroni-kroninya. Sekian Wallohua’lam.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *