Aktivis Jurnalistik Nahdlatul Ulama, KH. Masud Adnan berkesempatan mengisi materi di forum MPJ FEST 22 yang dilaksanakan di Masjid Kampus IKHAC Pacet, Mojokerto (24/12/22). Beliau menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan jurnalistik dan tulis menulis. Ia menuturkan betapa pentingnya seorang santri untuk membiasakan menulis, karena menulis merupakan tradisi suci para ulama zaman dahulu.
“Saya sangat mengapresiasi terhadap apa yang telah dilakukan oleh teman-teman Media Pondok Jatim. Saya ingatkan kembali, seorang santri harus semangat menulis, karena menulis tergolong sebagai tradisi suci para ulama. Coba kita tengok Imam Ghozali, Imam Syafi’i, kemudian KH. Hasyim Asy’ari dan banyak ulama lainnya memiliki banyak karya lantaran beliau-beliau rajin menulis,” tutur KH. Mas’ud.
Beliau juga bercerita mengenai kondisi di zaman 70-an, dimana terjadi krisis pemikiran terlebih di kalangan organisasi Nahdlatul Ulama’. Kemudian muncul seseorang yang bernama KH. Abdurahman Wahid, yang lebih akrab dipanggil Gus Dur. Gus Dur seorang ulama intelektual hebat. Beliau juga rajin menulis beberapa artikel dan menulis biografi para ulama. Bisa dibilang tonggak kemajuan intelektual Nahdliyin, ditandai dengan hadirnya Gus Dur.
“Tahun 70-an di kalangan Nahdliyin minim para intelektual. Kemudian muncul Gus Dur, seorang ulama yang terkenal sebagai ilmuwan hebat. Jadi gus-gus itu bisa terangkat karena nilai-nilai intelektual Gus Dur yang sederhana,” imbuh beliau.
KH. Mas’ud sendiri sebelum terkenal dengan karya tulisnya telah melewati usaha-usaha yang luar biasa. Beliau rajin dan istiqomah membuat artikel maupun karya tulis. Saking semangatnya menulis, beliau juga mendapatkan rezeki dari tulisannya itu.
“Saya ini anak dari petani, berkat rajin menulis, dulu dapat honor pertama dari Jawa Pos 27.500, sementara uang kiriman saya cuman 10.000 jadi surprise yang luar biasa. Jadi kalau sampean nulis tidak dimuat-muat media massa jangan patah semangat. Terus rajin menulis, karena itu juga bagian dari dakwah,” tambah KH. Mas’ud.
Terakhir, sebagai persiapan kemajuan digitalisasi, KH. Mas’ud Adnan berpesan untuk selalu berhati-hati ketika bergelut di dunia digital. Selalu memanfaatkan potensi lokal, lebih selektif, inovatif, maupun kreatif dalam bermedia. Karena media merupakan pintu pertama dunia digitalisasi.
“Sekarang ini gencarnya transformasi digital, karena terkena dogma mengenai 2030 akan beralih ke digital. Ini akan sangat berbahaya kalau kita tidak berhati-hati. Selalu memanfaatkan potensi-potensi lokal, contoh kemandirian pesantren harus kuat, sama dengan medianya. Tapi jangan lupa, kita harus bertanya menawarkan sharing-sharing untuk memajukan medianya masing-masing,” pungkasnya.