Oleh: Ahmad Nahrowi*
Bulan Robiul Awal kita kenal dengan bulan lahirnya mahluk paling istimewa di semesta ini, ya Nabi Muhammad SAW. Jutaan umat ber-euforia dengan caranya masing-masing yang tentu tidak sampai melanggar syariat.
Ada Grebeg maulud di Jogja, Endog-endogan di Banyuwangi, Meuripee di Banda Aceh, Sebar Udikan di Madiun dan masih banyak lagi diseluruh belahan bumi.
Perayaan maulid ini tidaklah sekadar foya-foya apalagi pesta pora semata. Melainkan didalamnya mengandung pesan moral, sosial dan spiriutual. Selain itu juga sarat nilai taqoruban illallohi wa khurujan min jami’il ma’ashiy. Mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhkan diri dari kedurhakaan. Meskipun sebagian pihak ada yang menganggap bid’ah.
Memperingati maulid sama saja mengharap syafaat Nabi Muhammad Saw. Ya, sebagai manusia yang berlumuran dosa, acapkali kurang percaya diri masuk surga hanya mengandalkan amal sendiri, tentu butuh faktor eksternal berupa ‘syafaat’ alias pertolongan Nabi Muhammad saw.
Namun sayangnya, mencari syafaat Nabi Muhammad Saw. di dunia dianggap sebagian orang hanyalah imajiner belaka. Parahnya juga dilabeli sesat, sasar dan tidak diperbolehkan. Mereka yang beranggapan demikian berlandaskan atas Firman Allah Swt.
قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا
“Katakanlah ‘Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya'” (QS. Az Zumar [39]: 44)
Menanggapi pendapat orang yang tidak mempercayai syafaat dan menyebut sesat dengan berlandas ayat Al-Qur’an di atas, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam kitab Mafahimnya menyebutkan:
وهذا الاستدلال باطل، يدل على فهمهم الفاسد
“Argumentasi ini adalah sebuah kekeliruan yang mengindikasikan pemahaman mereka yang salah.”
Kekeliruan ini masih menurut beliau, bisa dilihat dari 2 aspek:
Pertama, tidak ditemukan ada nash baik dari Al-Qur’an maupun al-sunnah yang melarang memohon syafa’at kepada Nabi saw.
Kedua, ayat di atas tidak menunjukkan larangan memohon syafaat kepada Nabi. Justru layaknya ayat-ayat yang menjelaskan kekhususan Allah terhadap sesuatu yang dimiliki-Nya. Semata yang tidak dimiliki selain-Nya, ayat ini bermakna bahwa Allah adalah Dzat yang mengaturnya.
Pengertian ini tidak menafikan bahwa Allah memberinya kepada siapa yang dikehendaki. Dia adalah pemilik kekuasaan yang bebas memberikan dan mencabut kekuasaan dari siapa yang dikehendaki. Persis dengan ayat di atas adalah ayat
له الملك وله الحمد
“Hanya Allah lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian.” (Qs At-Taghabun [64]: 1)
Jadi jelas, argumen kelompok yang menyatakan sesat mencari syafaat Nabi adalah keliru.
Fakta real selanjutnya bahwa syafaat itu tidak sesat adalah, bahwa sebagian sahabat memohon syafaat kepada Nabi Saw. dan beliau tidak mengatakan, “Memohon syafaat dariku adalah tindakan syirik. Carilah syafaat dari Allah dan jangan engkau sekutukan Tuhanmu dengan siapapun.”
Justru Nabi ketika dimintai syafaat tidak mengingkari malah cenderung merestui, hal ini pernah dibuktikan ketika sahabat Anas bin Malik Ra. Meminta Syafaat Kepada Nabi secara langsung,
يا نبي اللّه ! اشفع لي يوم القيامة، فيقول له صلى الله عليه وسلم: أنا فاعل
“‘Wahai Nabi Allah, berilah aku syafaat di hari kiamat’. ‘Insya Allah aku akan melakukannya’, jawab Nabi” ( HR Turmudzi dalam Al-Sunan dan mengkategorikannya sebagai hadits hasan dalam Bab Maa Jaaa fi Sya’ni al-Shiraathi.)
Demikian pula sahabat lain selain Anas, mereka memohon syafaat kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam. Sawaad ibn Qoorib mengucapkan syair di hadapan Nabi Saw.:
وَأَشْهَدُ أَنَّ اللهَ لَا رَبَّ غَيْرَهُ :: وَأَنَّكَ مَأْمُوْنٌ عَلَى كُلِّ غَائِبْ
وَأَنَّكَ أَدْنَى الْمُرْسَلِيْنَ وَسِيْلَةً :: إِلَى اللهِ يَا اِبْنَ الْأَكْرَمِيْنَ الْأَطَايِبْ
Aku bersaksi, sungguh tiada Tuhan selain Allah
Dan engkau dapat dipercaya atas semua hal ghaib
Engkau rosul paling dekat untuk dijadikan wasilah
kepada Allah, wahai putra orang-orang mulia nan baik.
Sampai tiba pada:
فَكُنْ لِي شَفِيْعًا يَوْمَ لَا ذُوْ شَفَاعَةٍ :: سِوَاكَ مُغْنٍ عَنْ سَوَادِ بْنِ قَارِبْ
Jadilah engkau pemberi syafaat pada hari dimana pemberi syafaat
selainmu tidak mencukupi Sawad ibn Qorib.
Hadis di atas ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Dalaailu al-Nubuwwah dan Ibnu Abdil Baarr dalam Al-Istiiaab. Dalam Fathul Baari syarh Shahih Al-Bukhari vol. VII hlm. 180 pada Baabu Islaami Umar r.a.
Sahabat di atas yang meminta syafaat ketika Nabi masih hidup, lalu bagaimana ketika sekarang Nabi telah wafat, apakah masih bisa dimintai syafaat?
Yap. Jawabannya bisa. Hal itu berdasarkan hadis
حياتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم ومماتي خير لكم تعرض أعمالكم علي فإن وجدت خيرا حمدت الله وإن وجدت شرا استغفرت الله لكم .
“Hidupku lebih baik untuk kalian. Kalian bisa berbicara dan mendengar pembicaraan. Dan kematianku lebih baik buat kalian. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan amal baik maka aku memuji Allah dan bila menemukan amal buruk aku memohonkan ampunan kepada Allah untuk kalian.”
Hadits ini dinilai shahih oleh sekelompok huffaz yaitu Al-Iraqi, Al-Haitsami, Al-Qasthalani, Al-Suyuthi, dan Ismail Al-Qadhi. Takhrij hadis ini telah kami paparkan dengan detail bukan hanya di sini: Mafahim Yajibu An-Tusohhahah.
Ya sesuai hadis di atas, Nabi Muhammad saw. memiliki keistimewaan berupa bisa mengerti amal perbuatan umatnya. Bukti-bukti di atas menjadi kunci bahwa syafaat Nabi itu real, bukan imajinasi dan bukanlah suatu yang sesat. Namun siapa yang mendapat syafaat Nabi tentu masih dalam koridor izin Allah Swt.
Begitulah keutamaan umat ini bisa ditolong langsung oleh Nabinya.
Di sisi lain, ada juga umat yang terhindar dari syafaat. Siapa itu?
Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah saw. bersabda, “Ada dua manusia, yang tidak mungkin memperoleh syafa’atku, yaitu
1. Penguasa yang memberikan undang-undang (Peraturan) sangat memberatkan rakyatnya.
2. Orang yang melampaui batas dalam agama, sampai menyimpang dari sunnah Baginda Rasulullah saw.”
Kesimpulannya, di momen bulan kelahiran Nabi ini, mari kita manfaatkan semaksimal mungkin, memperingatinya dengan kegiatan-kegiatan positif yang tidak melanggar syariat, supaya kita mendapat syafaat kelak di hari kiamat dan diakui sebagai umat Nabi Muhammad saw. ila akhiril ayat wa ba’dal mamat.
Sekian. Wallahu a’lam.
*Tim Media Pondok Pesantren Al-Mahrusyah Lirboyo Kediri.